KARANGASEM, BUSERJATIM.COM GROUP – Aroma busuk dugaan permainan tambang pasir dan batu ilegal di wilayah Karangasem kembali menyeruak. Aktivis sosial Wayan Setiawan, akhirnya bersuara lantang. Ia menuding adanya indikasi kuat pembiaran dan kelengahan aparat penegak hukum (APH) terhadap maraknya aktivitas tambang tanpa izin (PETI) yang merusak lingkungan dan merugikan negara.
Dalam pernyataannya, Setiawan tak bisa menutupi kegeramannya terhadap sikap diam sejumlah pihak yang seolah “menutup mata” terhadap aktivitas tambang ilegal tersebut. Ia menilai, praktik tambang pasir dan batu yang dilakukan secara terang-terangan di beberapa titik wilayah Karangasem merupakan bentuk nyata pelanggaran hukum dan kejahatan lingkungan yang tidak bisa lagi ditoleransi.
“Ini bukan hal baru. Sudah lama terjadi, dan seolah-olah ada pembiaran. Pertanyaannya, siapa yang bermain? Siapa yang melindungi para pelaku? Jangan-jangan ada orang besar di balik ini semua,” tegas Setiawan dengan nada tinggi.
Menurutnya, dugaan pelanggaran yang dilakukan para pelaku jelas menabrak sejumlah aturan, termasuk Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang menyebutkan:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi (IUP, IUPK, atau IPR) dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.”
Selain itu, pembiaran oleh oknum aparat atau instansi terkait juga bisa masuk kategori pelanggaran etik dan pidana Pasal 421 KUHP, tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik yang dengan sengaja membiarkan terjadinya pelanggaran hukum.
Setiawan menegaskan, jika benar ada “pihak besar” yang ikut bermain dalam praktik tambang ilegal ini, maka itu adalah pengkhianatan terhadap amanat rakyat dan konstitusi.
“Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan segelintir orang. APH harus berani, jangan hanya tegas ke rakyat kecil tapi lemah terhadap pemilik modal besar,” ujarnya.
Dalam desakannya, ia juga menyoroti dugaan keterlibatan seseorang berinisial GMT, yang disebut-sebut memiliki pengaruh besar dalam bisnis tambang di wilayah tersebut. Meski belum ada bukti kuat di permukaan, desas-desus keterlibatan nama besar itu terus menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Karangasem.
Setiawan menegaskan, pihak berwenang harus segera menindak tegas dan menyelidiki dugaan keterlibatan siapa pun, tanpa pandang bulu.
“Kalau benar ada GMT atau pihak lain yang terlibat, buka ke publik! Jangan ada yang dilindungi. Kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas, bukan keuntungan pribadi atau kelompok,” tegasnya lagi.
Kasus ini bukan sekadar soal pasir dan batu, tetapi menyangkut marwah penegakan hukum, integritas aparat, dan keadilan sosial bagi rakyat kecil. Ketika sumber daya alam dikeruk secara ilegal tanpa manfaat yang kembali ke masyarakat, maka kejahatan itu telah merampas hak rakyat Karangasem atas kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.
Kini, publik menunggu langkah nyata aparat penegak hukum apakah akan tegas menegakkan hukum atau terus memilih diam dalam bayang-bayang “kepentingan besar.”
Wayan Setiawan pun menutup pernyataannya dengan ajakan keras:
“Speak up! Jangan takut. Siapa pun di balik semua ini, rakyat berhak tahu! Jangan biarkan tambang ilegal terus jadi ladang korupsi. Kesejahteraan rakyat harus di atas segalanya.”






